Salin Artikel

Melihat Lebih Dekat Desa Balun di Lamongan yang Berjuluk 'Desa Pancasila'

Beberapa tahun masyarakat mengenal Desa Balun di Kecamatan Turi, Lamongan, dengan julukan 'Desa Pancasila'.

Julukan yang disematkan bukan secara tiba-tiba, melainkan atas Kebinekaan dan toleransi beragama yang terjaga dengan baik di desa tersebut.

Desa Balun terletak tidak jauh dari poros Jalur Pantura Lamongan atau sekitar 1 kilometer dari Jalan Raya Surabaya-Tuban.

Desa tersebut dihuni oleh warga dengan penganut agama Islam, Kristen dan Hindu, yang telah hidup berdampingan secara rukun dan damai. Kerukunan kehidupan umat beragama ini, sudah berlangsung setengah abad lebih.

Bahkan, keharmonisan umat beragama yang terjadi di Desa Balun tergambar dari letak tempat ibadah umat Islam, Kristen dan Hindu, yang berada dalam area tidak jauh dari lapangan, atau sekitar 200 meter dari balai desa setempat.

Terdapat masjid Miftahul Huda, Gereja Kristen Jawi Wetan, dan juga Pura Sweta Maha Suci.

Masjid Miftahul Huda yang biasa digunakan warga muslim di Balun, terdapat di sebelah barat lapangan.

Hanya terpisah oleh jalan lingkungan selebar empat meter, berdiri Pura Sweta Maha Suci yang merupakan tempat ibadah bagi umat Hindu desa setempat.

Sementara bangunan gereja bagi tempat ibadah warga Kristen, terletak berhadapan dengan masjid Miftahul Huda, sekitar 70 meter menghadap ke arah barat.

Gambaran yang membuat desa seluas 621,103 hektar tersebut, kemudian ditetapkan sebagai Desa Pancasila.

Ketua GKJW Jemaat Lamongan Wilayah Balun atau pemuka agama Kristen di Balun, Sutrisno (64) mengatakan, toleransi beragama sudah terjalin harmonis di Desa Balun sejak beberapa tahun silam.

Agama Kristen dan Hindu, mulai eksis di Desa Balun pasca tragedi percobaan kudeta negara yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) atau yang dikenal dengan Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI).

"Setelah kejadian G30S/PKI, pemerintah kan kemudian menganjurkan kepada penduduk untuk mengikuti agama-agama yang diakui oleh negara. Kemudian pada tahun 1967, warga di sini mulai ada yang memeluk agama Kristen," ujar Sutrisno, ketika ditemui di kediamannya.

Sutrisno menjelaskan, pada saat itu ada salah seorang warga Desa Balun bernama Asman yang sempat menemukan seperti potongan kitab injil.

Temuan tersebut kemudian dilaporkan kepada kepala Desa Balun waktu itu, yang kemudian turut memeluk agama Kristen diikuti beberapa warga lain.

"Saat itu ada Angkatan Darat namanya Pak Bati, yang kemudian menjabat sebagai kepala desa pertama, yang ikut memeluk agama Kristen setelah Pak Asman menemukan potongan kitab Injil tersebut," ucap Sutrisno.

Pensiunan guru ini menceritakan, pada awalnya ada sekitar 98 orang warga di Desa Balun yang dilakukan baptis, dan menyatakan diri masuk memeluk agama Kristen.

Kemudian terus berkembang hingga kini, dengan saat ini pemeluk agama Kristen di Desa Balun dikatakan sudah mencapai sebanyak 672 jiwa, 189 keluarga.

Sebab dalam satu keluarga yang ada di Desa Balun, juga terdapat yang memeluk keyakinan berbeda. Bahkan, ada pula dalam satu dinasti kekeluargaan itu yang memeluk agama Islam, Kristen dan Hindu.

"Mengapa rukun? karena warga di sini menyadari semua masih saudara, juga mungkin karena karunia Tuhan. Sebab Tuhan masih menghendaki," kata Tadi (54), pemangku Pura Sweta Mahasuci Balun.

Sementara kakak kedua Tadi yang berjenis kelamin laki-laki, memilih untuk menganut agama Islam.

Namun karena mereka masing-masing telah berkeluarga, sehingga tinggal di rumah yang berbeda.

Kendati demikian, antara rumah Tadi dengan kakak-kakaknya yang berbeda agama tersebut saling berdampingan.

Terlebih Tadi mengaku, dirinya dengan Sutrisno (pemuka Kristen) maupun dengan Titis Sutarno selaku ketua takmir Masjid Miftahul Huda saat ini, juga masih memiliki hubungan kekeluargaan.

"Terus bagaimana kalau sampai ada konflik? sebab satu keluarga bisa berbeda agama. Pak Titis itu masih kerabat dengan saya, kemudian Pak Sutrisno itu masih kerabat dengan istri saya," tutur Tadi.

Atas dasar-dasar tersebut, baik Tadi maupun Sutrisno mengaku, selama dirinya lahir hingga saat ini belum pernah menjumpai adanya gesekan antar umat beragama di Desa Balun.

Sebab masyarakat Desa Balun sudah menyadari, prinsip toleransi kehidupan beragama yang harus mereka junjung dalam kehidupan sehari-hari.

"Kalau hubungan sosial bersama-sama, tapi kalau soal agama atau keyakinan baru urusan masing-masing," ucap Tadi.

Menurut pengetahuan Tadi selama ini, tidak jarang pula warga yang ada di Desa Balun berpindah agama.

Salah satu faktornya karena menjalani pernikahan. Meski demikian, warga dan pihak keluarga tetap menghormati atas keyakinan yang dipilih.

"Kebanyakan yang pindah agama itu karena perkawinan, tidak ada karena sebab yang lain dan itu sudah biasa di sini. Kalau sudah seperti itu, ya dipasrahkan kepada yang menjalani," kata Tadi.

Tadi juga membenarkan cerita Sutrisno, agama Hindu di Desa Balun mulai eksis usai peristiwa G30S/PKI, dengan dirinya memeluk agama Hindu mengikuti orangtua. Adapun pemeluk agama Hindu di Desa Balun saat ini, dikatakan sudah sekitar 60-an keluarga, sebanyak 266 orang.

Jaga kerukunan

Kendati warga di Desa Balun sudah terbiasa dengan toleransi antar umat beragama yang berlangsung, namun para pemuka masing-masing agama di Desa Balun juga mewanti-wanti kepada generasi mudanya supaya tetap menghormati perbedaan yang ada.

"Seperti kemarin ada dialog pemuda yang digelar di desa tentang kebinekaan, ya kami arahkan mereka (pemuda Hindu) untuk ikut, untuk membuka wawasan mereka," kata Tadi.

Sementara Sutrisno menambahkan, praktik toleransi beragama di Desa Balun dapat disaksikan begitu terasa ketika ada perayaan hari besar agama.

Di mana pemeluk agama lain, turut membantu dalam pelaksanaan kegiatan agama yang sedang memperingati.

"Seperti saat shalat Idul Fitri dan Idul Adha juga pas tarawih, yang jaga sepeda di parkiran itu warga Kristen dan Hindu. Sementara saat Natal, yang dari Islam dan Hindu itu kami undang. Saat umat Hindu yang ada acara keagamaan, kami dan yang dari Islam turut membantu. Begitu pula saat ada warga yang meninggal dunia, kami semua ikut membantu," ujar Sutrisno.

Sehingga dengan begitu, kerukunan antar umat beragama yang sudah berjalan dengan baik selama ini dapat tetap terjaga.

"Saat umat Kristen Natal dan ada acara di gereja, juga saat umat Hindu ada acara keagamaan di pura, kami biasanya nggak pakai membunyikan qiroah dan pengeras suara, langsung mengumandangkan azan saja," ujar Titis, selaku pemuka agama umat Islam di Desa Balun.

Dari jumlah total penduduk Desa Balun, sebanyak 3.498 jiwa merupakan pemeluk agama Islam. Meski menjadi mayoritas, namun umat Islam yang ada di desa setempat sangat menghormati dan menghargai perbedaan. 

Sama seperti Tadi dan Sutrisno, Titis juga mengakui, bahwa semua warga Desa Balun menyadari walaupun berbeda agama mereka masih merasa satu keluarga, satu garis keturunan.

Sehingga warga menghargai perbedaan akan keyakinan tersebut dan tidak pernah terjadi gesekan hingga saat ini.

Suara kaum milenial

Sekretaris Desa Balun Hafidh (30) mengatakan, sekitar 60 persen dari total penduduk Desa Balun saat ini berprofesi sebagai petani tambak.

Di mana lahan tambak yang dimiliki, biasanya dalam setahun digunakan dua kali untuk panen ikan dan sekali panen padi.

Kendati seiring kemajuan zaman, banyak pemuda memilih untuk mengadu nasib di luar desa sebagai pekerja ketimbang melanjutkan profesi sebagai petani.

"Kalau seusia saya, sekarang banyak yang kerja selain petani, tapi yang tua masih banyak yang tani. Untuk yang masih tani, mungkin sekitar 60 persen," tutur Hafidh.

Hafidh mengaku, selama ini warga Desa Balun hidup rukun dengan menghargai perbedaan yang ada, termasuk generasi muda. Para generasi muda di desa setempat, tetap mewarisi nilai-nilai peninggalan orangtua dan sesepuh kampung dalam menjaga kerukunan.

"Sudah biasa. Di balai desa sendiri itu ada sepuluh perangkat, termasuk saya. Dari sepuluh perangkat, dua di antaranya beragama kristen, sementara lainnya islam," ucap Hafidh.

Hafidh menjelaskan, Desa Balun terbagi atas dua dusun yakni, Dusun Balun dan Ngangrik yang berjarak sekitar 2 kilometer.

Namun tidak seperti di Balun, pada Dusun Ngangrik semua warga memeluk agama Islam. Sementara di Dusun Balun sendiri, terdapat sepuluh Rukun Tetangga (RT) dengan warga yang berbeda agama tetap hidup rukun dalam kehidupan sehari-hari.

https://surabaya.kompas.com/read/2022/06/29/061135778/melihat-lebih-dekat-desa-balun-di-lamongan-yang-berjuluk-desa-pancasila

Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke