Salin Artikel

Berkunjung ke Bandara Banyuwangi, Konsep Hijau hingga Bonus Pemandangan 4 Gunung

Aga Khan Awards for Architecture adalah penghargaan tertua di bidang arsitektur yang dilaksanakan setiap tiga tahun sekali.

Selain Bandara Banyuwangi, ada 2o karya arsitektur lain yang masuk dalam ajang AKAA antara lain Wafra Wind Tower dari Kuwait, Tulkarm Courthouse dari Palestina, Flying Saucer Rehabilitation dari Uni Emirat Arab hingga Le Jardin d’Afrique dari Tunisia.

Bandara Banyuwangi dibangun dengan kolaborasi bersama arsitek Andra Matin.

Bahkan kabupaten Banyuwangi menjadi salah satu destinasi wisata yang Indonesia yang layak untuk dipertimbangkan.

Konsep hijau di Bandara Banyuwangi terlihat dari kisi bangunan yang menggunakan kayu ulin. Bagian atas bandara juga terdapat tanaman hijau yang menjuntai yang memberikan kesan alami.

Bandara Banyuwangi juga minim AC dan lebih banyak memanfaatkan angin alami dari sela-sela bangunan untuk pedingin ruangan.

Tak hanya itu, di bandara juga terdapat kolam ikan sehingga ruangan tetap sejuk. Di bagian atas juga terdapat anjungan yang mengarah langsung ke landasan.

Anjungan ini untuk memfasilitasi budaya masyarakat yang ingin mengantar kerabatnya bepergian,

Para pengantar bisa melambaikan tangan dan melihat kerabatnya hingga naik pesawat. Dari lantai dua terminal, masyarakat juga bisa menikmati view pemandangan sawah, gunung dan aktivitas bandara.

Sementara itu untuk penumpang di dalam pesawat rute Banyuwangi-Jakarta atau sebaliknya, bisa menyaksikan keindahahan deretan gunung serta Selat Bali dari ketinggian.

Jika cuaca cerah, penumpang di dalam pesawat bisa menyaksikan Gunung Ijen yang terkenal dengan kawahnya yang cantik serta deretan gunung lainnya seperti Gunung Baluran, Gunung Rung dan Gunung Arjuna

Bandara yang diklaim sebagai bandara hijau pertama di Indonesia dengan landas pacu 2.250 meter ini dibuka pertama kali pada 29 Desember 2010.

Dikutip dari angkasapura2.co.id, awalnya bandara di wilayah Kabupaten Banyuwangi diinisiasi oleh Bupati Banyuwangi Purnomo Sidik yang menjabat tahun 1991 hingga 2000.

Lokasi awalnya terletak di Afdeling Sidomukti dan Afdeling Muktisari di Kecamatan Glenmore. Di lokasi tersebut terdapat bekas landasan pacu pesawat capung yang digunakan untuk menyemprot pestisida ke hama wereng.

Landasan pacu tersebut dibangun pada masa Bupati Djoko Supaat Slamet di dekade 1970-an.

Kala itu anggaran sudah disiapkan dan material sempat dikirim kelokasi. Namun proyek tersebut tidak diteruskan karena Purnomo Sidiq lengser dari jabatannya.

Pembangunan pun dilanjutkan olehh Bupati Banyuwangi selanjutnya, Samsul Hadi.

Ternyata lahan di Kecamatan Glenmore tak layak untuk bandara udara karena topografi yang bergunung-gunung,

Tahun 2003, melalui keputusan menteri (Kepmen) nomor 49 tahun 2003, ditentukan lahan untuk pembangunan bandara berada di wilayah Desa Blimbingsari yang pada saat itu masih menjadi bagian dari Kecamatan Rogojampi dengan koordinat geografis 08 18' 42.70" Lintang Selatan dan 114 20' 16.30" Bujur Timur.

Dua bupati dalam periode pembebebasab lahan terjerat kasus korupsi penggelembungan harga tanah yang merugikan negara sekitar Rp 40,99 miliar.

Dua bupati tersebut adalah Bupati Samsul Hadi yang merugikan negara sejumlah Rp 21,23 miliar dan Bupati Ratna Ani Lestari senilai Rp 19,76 miliar.

Pada periode 2004 hingga 2008 pembangunan bandara tetap dilakukan secara bertahap dengan pendanaan berasal dari APBN.

Pada tanggal 29 Desember 2008, Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal melakukan kunjungan singkat ke Bandar Udara Blimbingsari Banyuwangi didampingi oleh Bupati Ratna Ani Lestari.

Dalam kunjungan ini Menteri Perhubungan merasa optimis bahwa penerbangan di Kabupaten Banyuwangi dapat berkembang pesat dengan adanya bandar udara yang menurutnya cukup bagus dan ideal.

Pada 23 Januari 2009, tim dari Direktorat Jenderal Perhubungan Udara melakukan evaluasi dan verifikasi terhadap Bandar Udara Blimbingsari Banyuwangi.

Beberapa waktu kemudian, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara mengeluarkan surat nomor 167/DBU/II/2009 tertanggal 9 Februari 2009 tentang pemanfaatan Bandar Udara Blimbingsari Banyuwangi.

Isinya adalah bahwa bandara dapat digunakan untuk lepas landas dan mendarat pesawat jenis CASA.

Tanggal 26 Desember 2010 dilakukan proving flight (uji kelayakan terbang) pesawat milik PT Sky Aviation oleh Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara sebagai salah satu syarat akan diadakannya penerbangan komersial dengan pesawat tersebut.

Penerbangan komersil pertama dari maskapai Sky Aviation dibuka pada 29 Desember 2010. Pesawat yang digunakan adalah jenis Grand Caravan berkapasitas 9-10 orang dengan rute Banyuwangi-Surabaya.

Sebelumnya juga dilakukan uji kelayakan terbang pada 26 Desember 2010 menggunakan pesawat C208 Grand Caravan.

Penerbangan ini sekaligus menjadi tanda diresmikannya Bandara Blimbingsari sebagai bandara komersil. Penandatanganan prasasti peresmian dilakukan oleh Wakil Menteri Perhungan Bambang Susantono, Gubernur Jawa Timur Soekarwo dan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.

Pada tanggal 25 April 2011, Sky Aviation menambah armada di Bandara Banyuwangi dengan Fokker F50 berkapasitas 48 tempat duduk dan beroperasi di rute yang sama.

Sky Aviation lalu menghentikan operasional rute ini pada 20 Oktober 2011 karena kalah bersaing dengan maskapai lain yang ada di Bandara Banyuwangi.

Pada tahun 2017, bandara yang awalnya bernama Bandara Blimbingsari diubah menjadi Bandar Udara Banyuwangi. Pada 22 Desmeber 2017, bandara ini dialihkan pengelolaannya ke Angkasa Putra II.

Selain berfungsi sebagai bandara komersial, Bandar Udara Banyuwangi juga digunakan untuk keperluan pendidikan penerbangan. Setelah sebelumnya Bali International Flight Academy (BIFA).

Kementerian Perhubungan juga mendirikan Loka Pendidikan dan Pelatihan Penerbangan Banyuwangi (LP3B) yang diresmikan pada 23 Desember 2013 yang kemudian berubah nama menjadi Balai Pendidikan dan Pelatihan Penerbang Banyuwangi (BP3B).

Selain dua sekolah penerbangan di atas itu terdapat Mandiri Utama Flight Academy (MUFA).

Pembangunan terminal baru ini memanfaatkan dana APBD Provinsi Jawa Timur senilai Rp 22,5 miliar dan APBD Kabupaten Banyuwangi senilai Rp 10,5 miliar.

Anggaran ini dipergunakan untuk pembangunan terminal, aksesori, elektrikal, musala dan area parkir.

Terminal ini mengusung konsep hijau dan ramah lingkungan. Hal ini ditandai dengan penghawaan udara yang alami, penanaman tanaman di atap terminal, konservasi air dan sunroof untuk pencahayaan alami di siang hari.

Selain itu terminal baru ini mengadopsi bentuk ikat kepala khas Suku Using. Terminal yang didesain oleh Andra Matin ini diresmikan pada 2017.

Sementara itu Merpati Nusantara Airlines sempat membuka rute Bandung-Semarang-Surabaya-Banyuwangi menggunakan pesawat MA60 berkapasitas 56 penumpang sejak 24 Agustus 2011.

Namun rute ini ditutup 9 April 2013 karena masalah keuangan yang membelit perusahaan tersebut.

Mulai tahun 2017, diusahakan pembukaan rute langsung Jakarta Soekarno-Hatta ke Banyuwangi.

Rute ini pertama kali diisi oleh maskapai NAM Air pada 16 Juni 2017 menggunakan pesawat Boeing 737-500 berkapasitas 150 tempat duduk.

Lalu, Garuda Indonesia juga mengisi rute ini pada 8 September 2017 menggunakan pesawat Bombardier CRJ1000 NextGen.

Maskapai Citilink kemudian membuka penerbangan rute ini pada 15 Februari 2018 yang melayani penerbangan 2 kali sehari menggunakan Boeing 737-500 dan kemudian menggunakan Airbus A320 pada 9 Agustus 2018.

Pada Desember 2018, Bandar Udara Banyuwangi secara resmi melakukan penerbangan perdana rute internasional yakni Banyuwangi-Kuala Lumpur (Malaysia) dan sebaliknya.

https://surabaya.kompas.com/read/2022/06/15/060600878/berkunjung-ke-bandara-banyuwangi-konsep-hijau-hingga-bonus-pemandangan-4

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke