Salin Artikel

Tak Ada Petunjuk Teknis Penerbitan SKKH, Pengiriman Hewan Kurban Terhambat

BLITAR, KOMPAS.com - Pemenuhan kebutuhan hewan kurban dari daerah penghasil ternak terancam terhambat. Sebab, belum ada petunjuk teknis penerbitan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) terkait dengan munculnya wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).

Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner pada Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Blitar, Nanang Miftahudin mengatakan, permintaan penerbitan SKKH ke kantornya mulai meningkat dalam beberapa hari terakhir.

Nanang memaklumi peningkatan itu lantaran permintaan pengiriman hewan ternak, khususnya hewan kurban berupa sapi, kerbau, kambing dan domba, mulai meningkat menjelang Hari Raya Idul Adha.

Apalagi, pengiriman hewan ternak antardaerah harus disertai dengan SKKH sejak terjadi wabah PMK pada hewan ternak.

"Satgas penanggulangan wabah PMK juga mulai melakukan razia hewan di perbatasan antardaerah. Sudah ada beberapa yang menanyakan dan mengajukan SKKH ke meja saya," ujar Nanang melalui sambungan telepon kepada Kompas.com, Jumat (20/5/2022).

Nanang memprediksi, jumlah pengajuan permohonan SKKH akan terus meningkat seiring dengan semakin dekatnya pelaksanaan ibadah kurban pada Hari Raya Idul Adha yang jatuh pada pertengahan Juli nanti.

Permintaan hewan ternak dari daerah penghasil hewan ternak, seperti di Kabupaten Blitar, dipastikan akan meningkat. Karenanya, peternak butuh SKKH untuk mengirim hewan ternak tersebut, terutama saat hendak mengirim ternak kota-kota besar, seperti wilayah Jabodetabek.

Enggan terbitkan SKKH

Meski telah beberapa kali menerbitkan SKKH sejak wabah PMK terjadi, Nanang mengaku masih enggan lantaran hingga saat ini belum ada petunjuk teknis atau standar operasional prosedur (SOP) pemeriksaan kesehatan hewan dari Kementerian Pertanian.

"Kementan sudah menerbitkan edaran terkait keharusan lalu lintas hewan ternak dilengkapi SKKH. Tapi SOP, terutama dalam pemeriksaan hewan, itu belum ada," ujarnya.


Dalam situasi normal sebelum terjadi wabah PMK, kata Nanang, dinas terkait di daerah tidak membutuhkan SOP khusus dalam menerbitkan SKKH. Namun, hal itu berbeda ketika berada dalam situasi wabah PMK.

"Bisa saja kami terbitkan SKKH hanya berdasar pada hasil pemeriksaan luar terhadap hewan ternak berdasarkan ada tidaknya indikasi terjangkit PMK. Tapi ini sulit kami pertanggungjawabkan secara keilmuan," terangnya.

"Misalnya hari ini satu truk sapi sehat berdasarkan pemeriksaan luar, tidak ada gejala termasuk suhu badannya. Bisa jadi baru besok atau lusa gejala itu muncul," tambahnya.

Idealnya, kata Nanang, pemeriksaan kesehatan hewan terutama sapi disertai pengambilan sampel spesimen untuk diuji di laboratorium. Namun, hal itu jelas tidak realistis karena membutuhkan waktu terlalu lama karena keterbatasan jumlah laboratorium.

Selain masalah prosedur pemeriksaan, petunjuk teknis dari Kementerian Pertanian juga diperlukan terkait durasi masa berlakunya SKKH.

Menurutnya, pada situasi normal, SKKH dapat berlaku selama satu bulan tapi tentu tidak tepat jika durasi satu bulan juga berlaku bagi SKKH pada masa wabah PMK.

"Akibatnya bagi dinas seperti Kabupaten Blitar yang masih bersedia menerbitkan SKKH ini, kami berat sekali melakukannya. Karena ini menyangkut pertanggungjawaban pada validitas SKKH yang kami terbitkan," kata Nanang.

"Sementara teman-teman di dinas terkait di daerah lain cukup banyak yang memilih untuk tidak menerbitkan SKKH sama sekali sebelum ada SOP-nya," tambahnya.

https://surabaya.kompas.com/read/2022/05/21/111449578/tak-ada-petunjuk-teknis-penerbitan-skkh-pengiriman-hewan-kurban-terhambat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke