Salin Artikel

Akademisi Sebut Maraknya Arisan Online Dipengaruhi oleh Pandemi: Tak Ada Interaksi Fisik

Bahkan total kerugian yang dialami para korban mencapai miliaran rupiah.

Seperti yang terjadi di Banjarmasin. Seorang oknum polisi yang bertugas di Polresta Banjarmasin dan istrinya diamankan karena duduga terlibat kasus arisan online fiktif.

Update terakhir total kerugian para korban mencapai Rp 11 miliar. Walau RA diketahui sedang hamil 2 bulan, polisi akan terus menjalankan proses hukumnya.

Tak hanya d Banjarmasin. Di Kabupaten Bandung dan Sumadeng, kerugian arisan online yang dialamai para korban mencapai 21 miliar.

Dua tersangka yakni pasangan suami istri, MAW dan HTP sudah diamankan oleh polisi. Untuk mengendus aliran dana Rp 21 miliar tersebut, polisi menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan bank terkait.

Akademisi sebut arisan online dipengaruhi kondisi pandemi

Kondisi pamdemi sangat berpengaruh dengan maraknya arisan online fiktif yang berhasil diungkap oleh polisi.

Hal tersebut diungkapkan oleh Linda Dwi Eriyanti, dosen Fisip Univeritas Negeri Jember. Menurutnya saat pandemi, orang tak berinteraksi secara fisik dan lebih banyak mengakses media sosial.

Lalu para korban yang mengikuti media sosial bandar arisan akan merasa sudah mengenal dekat sehingga percaya untuk menginvestasikan sejumlah uang untuk arisan online.

"Pandemi orang lebih banyak menggunakan media sosial dan akhirnya saat saling follow merasa sudah mengenal dan mudah percaya," kata Linda, Selasa (8/3/2022).

Untuk meyakinkan para korban, menurut Linda, biasanya para bandar arisan akan menampilkan citra yang baik di media sosial miliknya.

Seperti mengunggah foto-foto barang mewah dan foto keguatan yang menunjukkan dia sukses secara finansial.

"Di media sosial kita bisa membentuk citra yang kita inginkan dan itu berbahaya karena dunia nyata belum tentu sama dengan yang dicitrakan di dunia maya," tambah Ketua Pusat studi Gender Universitas Negeri Jember tersebut.

Awalnya arisan dilakukan sebagai bentuk solidaritas, namun kini niatnya sudah berubah untuk mencari keuntungan.

"Arisan dulu dilakukan konteksnya untuk membantu di komunitas yang memiliki ikatan tertentu. Sebagai bentuk solidaritas. Seperti arisan untuk biaya pernikahan atau arisan keluarga untuk silaturahmi. Sekarang niat arisannya sudah beda," kata Linda.

Namun perkembangan digital yang terus tumbuh tak diimbangi dengan pengetahuan literasi digital dan finasial digital masyarakat.

Hal tersebut membuat banyak orang terjebak dengan arisan online fiktif.

"Yang penting ada untung besar, akhirnya mereka tertarik untuk ikut arisan. Para korban juga tak memahami pengetahuan tentang finasial digital dan hanya modal kepercayaan," kata Linda.

Ia juga menjelaskan saat ini banyak sekali investasi yang menggunakan istilah arisan karena masyarakat awam lebih bisa menerima.

"Kalau pake istilah investasi kan orang berpikirnya ada untung rugi. Nah kalo pakai istilah arisan pasti mikirnya untung. Ini menyamarkan eksploitasi investasi," kata Linda.

Apalagi di media sosial disuguhkan dengan fenomena crazy rich yang awalnya bukan siapa-siapa lalu menjadi kaya.

Hal tersebut membuat banyak orang kehilangan rasional dan kemampuan untuk kritis.

"Agar tidak terulang yang perlu dilakukan adalah memperbanyak literasi. Jangan percaya dengan keuntungan besar dalam waktu yang singkat. Berpikir ulang saat akan mengeluarkan uang dalam jumlah besar. Selain itu yang harus dipahami adalah arisan bukanlah bentuk dari investasi," kata Linda.

https://surabaya.kompas.com/read/2022/03/11/061700878/akademisi-sebut-maraknya-arisan-online-dipengaruhi-oleh-pandemi-tak-ada

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke