Salin Artikel

Ini Sosok Pria yang Pertama Kali Dijatuhi Vonis Kebiri Kimia, Perkosa 9 Anak di Mojokerto

Pemerkosan dilakukan Herry sejak 2016. Dari pemerkosaan tersebut ada 9 bayi yang lahir dari korban. Namun saat sidang yang digelar pada Selasa (15/2/2022) Herry dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.

Untuk vonis kebiri kimia pertama kali dijatuhkan pada Muh Aris (20), warga Dusun Mengelo, Desa Sooko, Kabupate Mojokerto, Jawa Timur.

Pria yang bekerja sebagai tukang las tersebut tersebut terbukti memperkosa 9 anak perempuan di bawah umur di wilayah Kabupaten/Kota Mojokerto, Jawa Timur.

Vonis dijatuhkan PN Mojokerto pada 2 Mei 2019. Saat itu ia dihukum 12 tahyn penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bukan kurungan.

Hakim kemudian memberikan hukuman tambahan terhadap Aris yakni kebiri kimia.

Aris pun mengajukan banding. Namun, putusan Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya pada 18 Juli 2019 menguatkan vonis PN Mojokerto. Aris tetap diberi hukuman tambahan kebiri kimia.

Pemerkosaan dilakukan sejak 2015 dengan modus mencari korban anak gadis saat pelaku pulang bekerja.

Pemerkosaan dilakukan di tempat sepi. Salah satu aksinya pada Kamis, 25 Oktober 2018, sempat terekam CCTV.

Aksi yang dilakukan di wilayah Prajurit Kulon Kota Mojokerto itu menjadi petualangan terakhirnya sebelum diringkus polisi pada 26 Oktober 2018.

Ia menyebut Aris saat kecil sering dikucilkan karena dianggap berperilaku yang tak lazim, seperti suka berbicara sendiri baik saat di jalan atau saat di rumah.

"Kelakuannya seperti anak kecil. Di lingkungan sini dia dikucilkan, tapi dia tidak pernah mengamuk karena takut sama saya," kata Sobirin, Selasa (27/8/2019).

Aris merupakan anak keempat dari pasangan Abdus Syukur (50) dan Askinah. Askinah meninggal lima tahun lalu.

Kepada Kompas.com, Sobirin mengaku baru mengetahui adiknya dijatuhi hukuman 12 tahun penjara, denda Rp 100 juta, serta ditambah dengan hukuman kebiri kimia.

"Kasihan dia enggak tahu nanti akan bagaimana. Harapan saya sih dia bisa dirawat dan pikirannya dijernihkan. Kalau bisa dirawat di rumah sakit jiwa, supaya dia bisa normal," tuturnya.

Sementara itu Handoyo, kuasa hukum Aris berencana mengajukan peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).

Menurutnya PK adalah upaya hukum satu-satunya mengingat vonis sudah inkrah di tingkat Pengadilan Tinggi Surabaya.

"Peraturan pemerintah yang mengatur soal pelaksanaan teknis kebiri kimia itu belum ada sehingga hukuman tambahan tersebut harusnya tidak dapat diberikan kepada klien saya," katanya saat dikonfirmasi, Selasa (27/8/2019).

Selain itu, saat itu Handoyo mengatakan bahwa hukum kebiribelum ada di Indonesia sehingga tidak mungkin hukuman tersebut diterapkan.

Pemuda tukang las itu menghadapi dua berkas perkara perkosaan di Pengadilan Negeri Mojokerto.

Kedua berkas perkara tersebut diajukan Kejaksaan Negeri Kabupaten dan Kota Mojokerto.

Ketua Pengadilan Negeri Mojokerto Jawa Timur, Muslim mengatakan,kedua perkara yang sama namun berbeda jaksa penuntut umumnya tersebut, sudah diputuskan oleh Majelis Hakim.

Untuk perkara yang diajukan kejaksaan negeri Kabupaten Mojokerto, Pengadilan memutuskan Aris bersalah melanggar Pasal 76 D juncto Pasal 81 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Selain dikenai hukuman tambahan berupa kebiri kimia, pemuda tukang las itu dihukum penjara selama 12 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.

Sedangkan, untuk perkara yang diajukan oleh Kejaksaan Negeri Kota Mojokerto, pengadilan menjatuhkan hukuman kepada Muh Aris, 8 tahun penjara dan denda Rp. 100 juta subsider 6 bulan kurungan.

"Yang di (Kejari) kota itu pidananya 8 tahun. Lalu yang (Kejari) Kabupaten, pidananya 12 tahun. Untuk kabupaten ada tambahannya kebiri kimia, kalau yang di Kota tidak ada," kata Muslim, saat ditemui Kompas.com di Kantornya, Senin (26/8/2019).

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Moh. Syafií | Editor : Farid Assifa, Aprillia Ika)

https://surabaya.kompas.com/read/2022/02/15/124200878/ini-sosok-pria-yang-pertama-kali-dijatuhi-vonis-kebiri-kimia-perkosa-9-anak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke