Salin Artikel

Cerita Kakek Danu, Jalan Kaki Jakarta-Surabaya demi Nazar Ziarah ke Makam Orangtua

Hal itulah yang diyakini oleh Siswanto, seorang kakek dua cucu asal Jalan Mastrip, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.

Pada usianya yang ke-56 tahun, kakek yang akrab dengan sapaan Danu Pare itu menjalankan kaulnya. Yakni melakukan perjalanan dari Jakarta ke Surabaya.

Namun perjalanan yang menempuh jarak ratusan kilometer itu tidak dilakoninya dengan moda transportasi apapun, melainkan dengan berjalan kaki.

Danu mengaku melakukannya hal itu untuk menjalankan nazarnya. Dia bernazar mengunjungi makam orangtuanya yang ada di wilayah Simo, Surabaya dengan jalan kaki.

Untuk itu pula, Danu mengaku rela meninggalkan pekerjaannya di sebuah perusahaan periklanan di Jakarta dan memulai perjalanannya itu.

"Nazar saja. Saya kerja, resign demi memenuhi nazar ini," ujar Danu dalam percakapan telepon dengan Kompas.com, Rabu (26/1/2022).

Perjalanannya itu dimulainya sejak 9 Desember 2021 yang lalu. Pada 20 Januari 2022 dia sampai di Kediri, Jawa Timur, untuk transit sebelum melanjutkan perjalanan ke Surabaya.

Dalam percakapannya, Danu mengabarkan dirinya sudah meninggalkan Kediri untuk bertolak melakukan perjalanan ke Surabaya.

"Ini mau masuk di Mojokerto," lanjutnya.

Makna berjalan kaki

Menurut Danu, nazar tersebut juga bagian dari tantangan dalam mengalahkan dirinya sendiri. Yakni mengikis hal-hal yang bersifat negatif, seperti sifat egois.

Hal tersebut juga bermakna perjalanan spiritual untuk menemukan makna kesabaran, keikhlasan, kepasrahan, dan yang paling penting adalah rasa optimisme.

Adapun mengunjungi makam orang tuanya, menurut Danu, merupakan tanda bakti anak kepada orang yang telah membesarkannya.

Perjalanan itu baginya adalah napak tilas bagaimana pengorbanan sepenuh hati maupun kesengsaraan orang tua saat membesarkan dan mengasuh anak-anaknya.

"Namun tetap, perjalanan Jakarta-Surabaya ini tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan pengorbanan orangtua," ujar Danu.

Tidak ada persiapan

Danu mengatakan, untuk perjalanan panjang dan kali pertama itu, dia tidak mempersiapkannya secara khusus. Bahkan persiapan fisik juga tidak dilakukannya.

"Efeknya lima hari pertama terasa kaku semua sehingga jalannya enggak begitu jauh, sering istirahat. Tapi Alhamdulilah secara fisik saya tidak ada penyakit juga," ungkapnya.

Menurutnya, kunci dari hal itu adalah manajemen diri yang disesuaikan dengan kondisi tubuh. Yakni istirahat yang cukup dan pikiran yang tenang.

Perjalanannya itu dilakukannya mulai pagi hingga malam.

Perjalanan malam dibatasinya hingga maksimal pukul 23.00 WIB. Setelah itu dia bangun kala subuh.

Tempat melepas penat dan capek yang sering dia kunjungi adalah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).

Danu hanya membawa baju ganti seadanya dan peralatan keselamatan dasar. Juga caping bambu untuk pelindung dari sengatan matahari.

Sebuah tongkat dari bambu kuning dengan beberapa lonceng kuningan kecil yang tertambat, seakan menjadi teman perjalanannya.

Persiapan uang itu, menurutnya, lebih ke arah kemandirian. Sebab, dia merasa pantang meminta-minta selama dalam perjalanan.

Meski demikian, dia tidak menampik jika ada yang memberikan uang selama perjalanannya. Contohnya saat berada di kawasan Genuk, Semarang.

"Ada orang naik mobil Alphard, berhenti lalu kasih uang Rp 400.000 ke saya," ujarnya.

Namun uang tersebut tidak lantas ia nikmati sendiri. Tetapi lebih banyak disalurkan kepada orang-orang yang membutuhkan yang dijumpainya di jalan.

Danu menyebutkan mengenai filosofi paralon dan gentong. Paralon yang berarti penyaluran, sedangkan gentong adalah penimbun.

"Saya memilih paralon daripada gentong. Makanya di jalan juga berbagi dengan banyak orang seperti anak punk maupun abang becak," lanjut pria yang pernah membuka usaha fotokopi di Pare itu.

Pengalaman di perjalanan

Menempuh sepertiga perjalanan, Danu mengaku tidak ada kendala berarti.

Bahkan menurutnya, dia cukup menikmati perjalanan itu dan banyak mendapatkan pengalaman yang bisa memperkaya batinnya.

Selain itu bisa berinteraksi dengan berbagai macam kalangan masyarakat juga menjadi kepuasaan tersendiri.

Selama perjalanannya itu, membuatnya leluasa mampir ke berbagai tempat.

Terutama tempat-tempat yaang membawa ketenangan seperti masjid bersejarah.

Namun demikian suatu kali, kata Danu, dia sempat hampir menjadi korban kecelakaan lalu lintas. Yakni saat perjalanan malam di kawasan hutan Alas Roban.

"Saat itu malam-malam dan hujan. Hampir ketabrak motor tapi bisa menghindar. Lalu saya dan yang naik motor itu saling memaafkan," ujarnya.


Pada kawasan-kawasan yang dianggap rawan kriminalitas, Danu malah sering mendapat pertolongan berupa informasi maupun penginapan dari warga setempat.

"Ada yang sampai memberikan tempat untuk menginap," katanya.

Danu pun membagikan kiat agar sesuatu yang berat tidak menjadi halangan dan bahkan menjadi sumber pengalaman.

"Selama kita optimistis, senang, maka segala sesuatu yang kita lakukan juga akan menyenangkan. Perjalanan saya ini 80 persen menyenangkan," ungkapnya.

Berbagi foto di perjalanan

Selama perjalanan panjangnya itu, Danu secara kontinu membagikan foto-foto di grup Facebook ikatan warga Pare dan sekitarnya (iWaPESek).

Hal itu dilakukannya untuk berbagi pengalaman dan menyapa teman-temannya. Juga sekadar melepas penat.

Danu yang dihubungi Kompas.com, Kamis (27/1/2022), mengabarkan perjalanannya telah sampai di wilayah Kota Mojokerto.

Di tempat itu, dia menyempatkan mampir di rumah salah satu kerabatnya untuk beristirahat.

Selepas itu, nantinya lanjut ke tujuan akhir yakni Surabaya yang tinggal beberapa puluh kilometer lagi. 

https://surabaya.kompas.com/read/2022/01/27/171410278/cerita-kakek-danu-jalan-kaki-jakarta-surabaya-demi-nazar-ziarah-ke-makam

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke