Salin Artikel

Cerita "Mak Comblang" Sanusi di Blitar: Katanya Orang Sekarang Bisa Cari Jodoh Lewat Ponsel

Meski begitu, pengalaman Sanusi sebagai "mak comblang" sudah sohor di wilayah Kabupaten Blitar, khususnya bagi warga Kecamatan Garum.

Kebiasaan menjodohkan orang itu menjadi semacam profesi sampingan yang diakui keberadaannya dalam kehidupan sosial masyarakat, termasuk di Blitar.

Berkat keahlian Sanusi menjodohkan orang, kakek 79 tahun itu tak hanya mendapatkan keuntungan ekonomi. Ia juga mendapat posisi khusus di tatanan sosial masyarakat.

Kemampuan sebagai "mak comblang" tak begitu saja didapat Sanusi. Butuh proses yang panjang untuk sampai di posisinya sekarang.

Sanusi memang dikenal sebagai sosok yang supel dan mudah bergaul. Pengalamannya merantau ke sejumlah daerah di Sumatera hingga Kalimantan membuatnya gampang bergaul dengan orang baru.

Sanusi juga cukup dikenal masyarakat Kecamatan Garum karena pernah bekerja sebagai tukang bangunan dan tukang ojek di Pasar Kutukan yang berjarak 500 meter dari rumahnya.

Aktivitas menjodohkan orang mulai sering dilakukan Sanusi saat bekerja sebagai tukang ojek. Biasanya, Sanusi berbincang dengan penumpang di perjalanan.

Tak jarang, Sanusi mendengar curhat penumpang tentang anak perempuan mereka yang belum mendapat jodoh.

Selain menjodohkan orang, Sanusi juga memberikan wejangan dan amalan kepada orang yang mencari jodoh. Amalan itu seperti sejumlah ayat Al-Quran yang harus dibaca usai shalat malam.

Dulu, jasa "mak comblang" laris manis. Ia bahkan pernah diusir dari rumah oleh istrinya yang cemburu.

Saat itu, sang istri cemburu melihat Sanusi sering membonceng perempuan dan melintas di depan rumah.

Padahal, perempuan yang dibonceng Sanusi merupakan penumpang atau klien yang hendak dipertemukan dengan pria yang mencari jodoh.

Seiring waktu, zaman berubah, teknologi kian maju. Peran "mak comblang" secara tidak langsung mulai digantikan oleh aplikasi yang tersedia di ponsel pintar.

Sanusi yang buta huruf tak memahami betul bagaimana teknologi bisa meluruhkan perannya sebagai "mak comblang". Namun, Sanusi merasakan dampaknya.

Beberapa tahun terakhir, ia mulai jarang mendapatkan permintaan perjodohan.

"Katanya orang sekarang bisa cari jodoh lewat HP (ponsel)," kata Sanusi saat berbincang di teras rumahnya, Sabtu (14/11/2021).

Keputusan Sanusi membuka biro jodoh di rumah sekitar tiga bulan lalu dilatarbelakangi kondisi yang kian sulit.

Sanusi kehilangan istrinya yangmeninggal sekitar tiga tahun lalu. Beberapa bulan sebelum membuka biro jodoh, motor bekas yang biasa digunakan mengojek ditarik karena menunggak angsuran.

Tanpa motor itu, Sanusi terancam kehilangan pendapatan karena tak bisa mengojek. Ia pun terancam tak bisa bertemu klien untuk layanan biro jodoh.

"Sebenarnya sepeda motor mau saya lunasi dengan menjual beberapa pohon kayu keras di pekarangan, tapi keduluan menantu saya," katanya.

Sekitar dua tahun lalu, anak perempua Sanusi memutuskan pergi ke Hongkong untuk bekerja sebagai buruh migran.

Di tengah kondisi yang sulit itu, Sanusi membulatkan tekad membuka biro jodoh di rumahnya. Ia kini tinggal seorang diri di rumah itu.

Sanusi lalu memesan spanduk berukuran 1x15 meter bertuliskan "Biro Jodoh". Ia menyediakan jasa layanan perjodohan dengan cara lama, tanpa ponsel pintar.

Untuk mendapatkan jasa Sanusi, calon klien harus merogoh uang Rp 100.000 sebagai biaya pendaftaran. Lalu, foto berwarna, fotokopi kartu tanda penduduk (KTP), dan nomor telepon.

Foto itu akan ditunjukkan kepada klien yang kemungkinan tertarik atau sedang mencari jodoh.

Dalam dua bulan terakhir, Sanusi mengaku telah menjodohkan lima pasangan. Saat ini, tersisa tujuh kliennya yang belum mendapat jodoh, lima laki-laki dan dua perempuan.

(KOMPAS.com - Penulis: Kontributor Blitar, Asip Agus Hasani | Editor: Robertus Belarminus)

https://surabaya.kompas.com/read/2021/11/16/055200178/cerita-mak-comblang-sanusi-di-blitar--katanya-orang-sekarang-bisa-cari

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke