SIDOARJO, KOMPAS.com - Riuh suara burung perkutut menyambut kedatangan di Rumah Susun (Rusun) di wilayah Puspa Agro, Desa Jemundo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu (3/9/2022).
Rumah susun tersebut merupakan tempat pengungsian komunitas Syiah Kabupaten Sampang. Mereka mengungsi akibat konflik bernuansa SARA di Sampang, Madura, Jawa Timur, yang terjadi pada tahun 2012.
Memasuki halaman Rusun berlantai empat tersebut, tampak balkon yang dipenuhi benda-benda bergelantungan. Seperti, jemuran pakaian, baju dalam, hingga perabotan dapur seperti wajan, panci dan lainnya.
Baca juga: Pemilu 2019, Pengungsi Syiah Sampang Tak Bisa Memilih Caleg
Tembok bangunan terlihat lembab dan mulai rapuh terkikis. Pada sebagian tembok, terlihat bata dan cat tembok yang mulai mengelupas.
Saluran drainase dari kamar toilet yang tidak bagus menimbulkan bau tak sedap. Bahkan, air kamar mandi ada yang melintas di depan kamar pengungsi.
Komunitas Syiah penyintas konflik tersebut tercatat sebanyak 80 KK dengan total 345 jiwa. Terdiri dari 122 anak, dan 223 orang dewasa.
Baca juga: Harapan Pengungsi Syiah Sampang pada Gubernur Jatim Terpilih
Ummi Fitri (33), seorang pengungsi, mengungkapkan, dirinya mengeluh atas keterbatasan tempat tinggal. Bersama 7 anaknya, ia menempati satu ruangan yang luasnya sekitar 6x6 meter.
“Anak saya awalnya sebagian mondok, pas Covid-19 itu semua pulang dan masih ngumpul semua sampai sekarang. Sedih tidurnya kayak gitu kayak pindang,” kata perempuan yang akrab disapa Ummi.
Ruangan tersebut, oleh suaminya, disekat menjadi satu ruang kamar tidur, satu ruang tamu, dan dapur bersama toilet dibuat berdekatan berupa lorong kecil.
Diterangkan Ummi, penghuni rusun hanya berhak menempati satu ruangan untuk satu KK. Bahkan, ada satu KK mempunyai tiga belas anggota hingga dokumen KK nyambung menjadi dua lembar.