BLITAR, KOMPAS.com – Mediasi antara pemilik Padepokan Nur Dzat Sejati Samsudin dan warga Desa Rejowinangun di kantor Polres Blitar berlangsung hingga tujuh jam pada Selasa (2/8/2022).
Mediasi itu diikuti sejumlah pimpinan organisasi kemasyarakatan, tokoh agama, dan masyarakat.
Dalam mediasi itu, muncul kesepakatan memperpanjang penutupan Padepokan Nur Dzat Sejati di Desa Rejowinangun, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar, hingga adanya keputusan bupati dan forum komunikasi pimpinan daerah (forkopimda).
Kepala Polres Blitar AKBP Adhitya Panji Anom mengatakan, mediasi itu berlangsung dari pukul 13.00 WIB hingga 19.30 WIB.
Mediasi itu, kata dia, telah mengumpulkan informasi dan masukan dari berbagai pihak untuk menjadi acuan pada rapat Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Blitar dalam beberapa hari ke depan.
“Penutupan sementara. Hasil kesepakatan tetap mengimbau kepada padepokan untuk tidak melakukan aktivitas seperti biasa,” kata Adhitya kepada wartawan usai mediasi, Selasa malam.
Baca juga: Profil Gus Samsudin, Pendiri Padepokan di Blitar yang Berseteru dengan Pesulap Merah
“Sementara (Padepokan) tidak menerima pasien ataupun kunjungan tamu untuk menjaga kondusivitas wilayah,” tambahnya.
Kata Adhitya, rapat forkopimda diharapkan digelar pada Jumat (5/8/2022). Keputusan dari rapat itu, kata dia, akan menentukan nasib Padepokan Nur Dzat Sejati.
Selama masa penutupan sementara itu, jelasnya, Samsudin boleh melaksanakan pengobatan, tetapi di luar padepokan.
Ditanya tentang izin praktik pengobatan di padepokan itu, Adhitya mengatakan, Samsudin telah mengantongi izin praktik pengobatan tradisional. Keberadaan izin itu, tambah dia, juga telah dikonfirmasi oleh Dinas Kesehatan.
“Izin usahanya itu pengobatan tradisional,” terangnya.