BANYUWANGI, KOMPAS.com - Hutan mangrove di pesisir Kampung Blekok, Desa Klatakan, Kecamatan Kendit, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, telah dirasakan mampu melindungi permukiman setempat.
Namun keberadaannya terancam dengan banyaknya sampah plastik dan kayu gelondongan yang biasa terbawa sungai ke muara.
Baca juga: 7 Tempat Wisata Terdekat dari Surabaya, dari Ekowisata Mangrove hingga Wisata Lumpur Lapindo
Kasi Pemeliharaan Lingkungan dan Hutan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Situbondo, Ranti Seta Ayu Pratiwi mengatakan, dulu air laut berkali-kali masuk ke rumah warga saat terjadi gelombang pasang.
Kini hutan mangrove yang telah tumbuh berhasil memecah gelombang tinggi dan angin kencang, hingga permukiman warga lebih terlindungi.
"Dulu kalau air pasang (air laut masuk ke rumah warga), cuma sekarang kan ketebalannya sudah mulai bagus ya. Jadi mereka membutuhkan mangrove, terutama untuk area yang (jadi) barrier-nya rumah warga," kata Ranti melalui telepon, Jumat (4/3/2022).
Semangat warga pada upaya pelestarian hutan mangrove nampak saat kegiatan penanaman mangrove, misalnya yang dilaksanakan hari ini.
Sekitar 100 orang dari kelompok masyarakat, perwakilan pemerintah kabupaten dan kecamatan, hingga anggota TNI-Polri, menanam bibit mangrove bersama di Kampung Blekok.
Ranti mengatakan, masyarakat pesisir juga rutin merawat hutan mangrove, membersihkan dan menyulam tiga bulan sekali.
Baca juga: Bidan di Situbondo Dibunuh Suami, Anak Balitanya Tidur di Sebelah Jenazah Sang Ibu
Bahkan, di sana telah dibentuk kelompok pengelola mangrove bernama Abdi Tani, dan kelompok sadar wisata (Pokdarwis) Kampung Blekok, yang aktif merawat hutan mangrove.
"Tantangannya, di teknis penanaman. Misal kelilit kresek. Jadi, kalau tidak dibersihkan, dia semakin berat, semakin berat, patah," kata Ranti.