KOMPAS.com - Sanusi (79), baru tiga bulan membuka layanan biro jodoh di rumahnya, Desa Sidodai, Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar, Jawa Timur.
Meski begitu, pengalaman Sanusi sebagai "mak comblang" sudah sohor di wilayah Kabupaten Blitar, khususnya bagi warga Kecamatan Garum.
Kebiasaan menjodohkan orang itu menjadi semacam profesi sampingan yang diakui keberadaannya dalam kehidupan sosial masyarakat, termasuk di Blitar.
Berkat keahlian Sanusi menjodohkan orang, kakek 79 tahun itu tak hanya mendapatkan keuntungan ekonomi. Ia juga mendapat posisi khusus di tatanan sosial masyarakat.
Kemampuan sebagai "mak comblang" tak begitu saja didapat Sanusi. Butuh proses yang panjang untuk sampai di posisinya sekarang.
Sanusi memang dikenal sebagai sosok yang supel dan mudah bergaul. Pengalamannya merantau ke sejumlah daerah di Sumatera hingga Kalimantan membuatnya gampang bergaul dengan orang baru.
Sanusi juga cukup dikenal masyarakat Kecamatan Garum karena pernah bekerja sebagai tukang bangunan dan tukang ojek di Pasar Kutukan yang berjarak 500 meter dari rumahnya.
Aktivitas menjodohkan orang mulai sering dilakukan Sanusi saat bekerja sebagai tukang ojek. Biasanya, Sanusi berbincang dengan penumpang di perjalanan.
Tak jarang, Sanusi mendengar curhat penumpang tentang anak perempuan mereka yang belum mendapat jodoh.
Baca juga: Dilihat Dulu Fotonya, kalau Cocok Dibalik, di Belakang Ini Ada Nama dan Nomor Telepon Pemilik Foto
Selain menjodohkan orang, Sanusi juga memberikan wejangan dan amalan kepada orang yang mencari jodoh. Amalan itu seperti sejumlah ayat Al-Quran yang harus dibaca usai shalat malam.
Dulu, jasa "mak comblang" laris manis. Ia bahkan pernah diusir dari rumah oleh istrinya yang cemburu.
Saat itu, sang istri cemburu melihat Sanusi sering membonceng perempuan dan melintas di depan rumah.
Padahal, perempuan yang dibonceng Sanusi merupakan penumpang atau klien yang hendak dipertemukan dengan pria yang mencari jodoh.
Seiring waktu, zaman berubah, teknologi kian maju. Peran "mak comblang" secara tidak langsung mulai digantikan oleh aplikasi yang tersedia di ponsel pintar.
Sanusi yang buta huruf tak memahami betul bagaimana teknologi bisa meluruhkan perannya sebagai "mak comblang". Namun, Sanusi merasakan dampaknya.
Beberapa tahun terakhir, ia mulai jarang mendapatkan permintaan perjodohan.
"Katanya orang sekarang bisa cari jodoh lewat HP (ponsel)," kata Sanusi saat berbincang di teras rumahnya, Sabtu (14/11/2021).